Ketika belajar ekonomi, kita pasti pernah mendengar hukum permintaan. Dimana harga suatu barang turun maka permintaan akan barang tersebut tinggi, dan sebaliknya. Ini baru dilihat dari bidang ekonomi, dimana semua transaksi ini akan berputar dengan tujuan laba atau keuntungan. Permintaan tetaplah permintaan, pasti ada penawaran dibalik itu semua dan kepantasan akan suatu barang yang diminta.
Namun hukum permintaan disini tidak hanya itu. Ketika seorang anak meminta uang jajan lebih kepada orang tuanya, akan akan terjadi negosiasi atas permintaan anak itu. Biasanya orang tua akan memberikan patokan pada nilai-nilai sekolahnya yang wajib bagus, bahkan harus menjadi peringkat satu dikelasnya, maka permintaan anak tersebut akan dipenuhi.
Permintaan pada seseorang selalu bergandengan mesra dengan penawaran berikutnya. Dimana kedua belah pihak akan sama-sama enak menerimanya, lalu kesepakatan terjadi. Contoh lainnya adalah ketika seseorang meminta perusahaan kontraktor untuk membuatkannya rumah sesuai dengan keinginannya, lalu terjadilah kesepakatan agar rumah impian tersebut harus terwujud. Permintaannya adalah untuk membuat rumah, namun penawaran yang datang adalah masalah design dan harga. Mereka selalu seperti itu, permintaan dan penawaran yang saling berguling-gulingan.
Adakah ketika seseorang meminta sebuah permintaan, lalu tidak ada penawaran dibalik itu?
Sebaiknya kita mengetahui sifat dasar manusia yang tidak akan pernah cukup dalam kehidupannya. Pasti.
Aku punya rahasia agar permintaan demi permintaan kita bisa terwujud tanpa penawaran dari orang lain. Tapi, jangan kasih tahu yang lain ya. Terbukti ampuh bin mujarab, tapi ada proses yang harus dilalui.
Rahasianya adalah "Minta kepada yang Punya", dengan kata lain cukup minta saja kepada Tuhan. Prosesnya juga sangat mudah tanpa perantara. Pertama adalah keyakinan yang kuat pada Tuhan atas permintaan itu. Kedua adalah pasrah terhadap permintaan itu. Ketiga adalah sabar dalam usaha mencapai permintaan itu. Waktunya boleh jadi sebentar atau lama. Permintaannya bisa dikabulkan atau diganti dengan yang lebih baik. Kau pasti berpikir ini adalah sebuah candaan atau guyonan, hehe, boleh saja kau tersenyum bahkan tertawa sejenak, lalu kemudian kau berpikir panjang akan rahasia ini.
Kau harus tahu kawan, Tuhan itu suka sekali memberikan kejutan kepada seluruh makhluk ciptaannya. Keyakinan kita akan teruji pada saat kejutan demi kejutan datang. Atas permintaan yang kita pinta ataupun atas sesuatu yang selalu kita hindari.
Hukum permintaan sesungguhnya adalah ketika kita meminta yang terbaik kepada Tuhan atas diri kita. Sebagus apapun permintaan dalam rencana yang kita inginkan, usaha yang akan kita jalankan dan hasil yang telah kita ukur untuk didapatkan, namun kejutan dariNya adalah lebih dari itu. Kejutan itu bisa jadi sesuai dengan permintaan kita, bisa juga tidak.
Jumat, 19 Februari 2016
Aku terdiam dalam petualangan berpikir yang cukup lama. Menguras setengah dari tenagaku untuk melihat indahnya palung lautan kehidupan yang paling mendalam. Mendengarkan dari berbagai sumber dari permasalahan yang ada. Saling mencari pembenaran diri dan saling mencari kesalahan lawan.
Nasehat lama pernah berpesan, "Kita paling jago untuk menjadi hakim bagi orang lain, dan paling jago untuk menjadi pengacara bagi diri sendiri.". Hal ini sangat berlaku dalam kehidupan, yang pada dasarnya tidak ada manusia satu orang pun yang mau disalahkan. Bahkan yang paling mengerikan adalah ketika kesalahan demi kesalahan itu ditepisnya dengan sejuta alasan jitu. Menjadikan kesalahan menggantikan posisi kebenaran yang selalu dijunjung tinggi manusia. Entah apa itu kebenaran yang akan terbungkus dengan alasan kesalahan.
Kau boleh menyerangku dari setiap sudut sisi. Mengepungku dan menyergapku dengan ribuan peluru. Hingga matiku dibuatnya. Dan senyummu menjadi penutup mata kehidupanku.
Kau boleh menghujamku dengan ujung tombak yang paling tajam. Sampai sesak hatiku bernafas dibuatnya. Lalu tumbang, aku terbaring lusuh. Sekejap ku menahan sakit yang semakin perih, lalu pergi tanpa rasa.
Kau boleh membidikku dari jauh. Mencari posisi jitu ditengah jidatku yang akan kau jadikan sasaran tembak. Sampai satu peluru panas menembus kepalaku. Hingga lumpuh otakku berpikir tentang keindahan sesuatu. Hati terguncang hebat dan badan tak lagi berdaya melawannya.
Kau boleh mendogmaku dengan segala pemahaman dan aliran. Memaksaku untuk membenarkan dogma itu, lalu aku setuju dengan pemahaman itu. Tidak bisa kawan, otakku terlalu liar untuk memahami satu persoalan, apalagi tentang dogma yang selalu membuat para pengikutnya selalu benar, tanpa berusaha memperbaiki dirinya. Kau boleh menganggapku sesat, karena berbeda paham atau pertanyaan-pertanyaanku yang tidak bisa kau jawab. Lalu aku akan pergi mencari tempat lain dan orang lain, agar bisa kudapatkan jawaban dari pertanyaan demi pertanyaan yang ada dibenaku sehingga aku patut kau kucilkan.
Aku akan berjalan dengan kakiku sendiri, melihat dengan kedua mataku sendiri, mendengar dengan kedua telingaku sendiri, mengerjakan tugas dengan tanganku sendiri dan membawa beban-beban kehidupan dengan pundakku sendiri.
Hanya satu pesanku kepada diri yang lemah ini, ketika serangan datang bertubi-tubi, "Kau tidak akan mati semudah itu, bukan?". Lalu aku bangkit, meneruskan perjalanan pulang.
Nasehat lama pernah berpesan, "Kita paling jago untuk menjadi hakim bagi orang lain, dan paling jago untuk menjadi pengacara bagi diri sendiri.". Hal ini sangat berlaku dalam kehidupan, yang pada dasarnya tidak ada manusia satu orang pun yang mau disalahkan. Bahkan yang paling mengerikan adalah ketika kesalahan demi kesalahan itu ditepisnya dengan sejuta alasan jitu. Menjadikan kesalahan menggantikan posisi kebenaran yang selalu dijunjung tinggi manusia. Entah apa itu kebenaran yang akan terbungkus dengan alasan kesalahan.
Kau boleh menyerangku dari setiap sudut sisi. Mengepungku dan menyergapku dengan ribuan peluru. Hingga matiku dibuatnya. Dan senyummu menjadi penutup mata kehidupanku.
Kau boleh menghujamku dengan ujung tombak yang paling tajam. Sampai sesak hatiku bernafas dibuatnya. Lalu tumbang, aku terbaring lusuh. Sekejap ku menahan sakit yang semakin perih, lalu pergi tanpa rasa.
Kau boleh membidikku dari jauh. Mencari posisi jitu ditengah jidatku yang akan kau jadikan sasaran tembak. Sampai satu peluru panas menembus kepalaku. Hingga lumpuh otakku berpikir tentang keindahan sesuatu. Hati terguncang hebat dan badan tak lagi berdaya melawannya.
Kau boleh mendogmaku dengan segala pemahaman dan aliran. Memaksaku untuk membenarkan dogma itu, lalu aku setuju dengan pemahaman itu. Tidak bisa kawan, otakku terlalu liar untuk memahami satu persoalan, apalagi tentang dogma yang selalu membuat para pengikutnya selalu benar, tanpa berusaha memperbaiki dirinya. Kau boleh menganggapku sesat, karena berbeda paham atau pertanyaan-pertanyaanku yang tidak bisa kau jawab. Lalu aku akan pergi mencari tempat lain dan orang lain, agar bisa kudapatkan jawaban dari pertanyaan demi pertanyaan yang ada dibenaku sehingga aku patut kau kucilkan.
Aku akan berjalan dengan kakiku sendiri, melihat dengan kedua mataku sendiri, mendengar dengan kedua telingaku sendiri, mengerjakan tugas dengan tanganku sendiri dan membawa beban-beban kehidupan dengan pundakku sendiri.
Hanya satu pesanku kepada diri yang lemah ini, ketika serangan datang bertubi-tubi, "Kau tidak akan mati semudah itu, bukan?". Lalu aku bangkit, meneruskan perjalanan pulang.
Kamis, 11 Februari 2016
Ada apa dengan kita?
Kita yang lahir tanpa membawa apa-apa dan mati juga tidak membawa apa-apa. Lalu, kenapa kita merasa paling paling dari semuanya. Hanya keangkuhan yang akan timbul sejalan dengan pemahaman sempit yang selalu dipertahankan. Dan kemudian melihat indahnya dunia hanya dari kaca mata hitam.
Ada apa dengan kita?
Kita yang paling suka berkumpul dan bercerita satu sama lain, tiba-tiba memanas ketika cerita kita tidak sepaham, lalu terdiam sejenak dan saling menyimpulkan satu sama lain yang kemudian menghilang, mencari kawan sepemahaman.
Ada apa dengan kita?
Hal-hal yang kecil masih suka diperdebatkan. Membela sesuatu yang mungkin bisa benar atau salah dengan begitu membaranya, tanpa telaah lebih mendalam mengenai hal tersebut. Boleh jadi yang kita bela salah, boleh jadi juga benar. Namun jika benar, bukan berarti yang salah itu terus dipojokan lalu divonis selalu salah tanpa diberi arahan pada kebenaran.
Menyalahkan itu pekerjaan paling mudah dengan kaca mata yang masing2 orang pakai, namun memperbaiki kesalahan itu jauh lebih baik.
Ada apa dengan kita?
Satu pegangan namun beda cara pegangnya. Dan mulai satu sama lain memaksakan cara pegang tersebut. Mana yang bertahan lebih lama, kuat dan menguatkan, mana yang tidak.
Ada apa dengan kita?
Satu tujuan namun beda jalan, beda cara berjalannya dan beda kecepatan, namun masih dibilang salah tujuan. Tujuan satu yang kita tuju sama namun jalan yang kita tempuh beda tidak akan merubah tujuan tersebut bukan? Dan memaksakan satu jalan untuk sampai pada tujuan yang sama bukanlah hal yang tepat untuk membuat orang lain berkembang, dan bahayanya lagi malah dicap sesat karena tidak mau mengikuti jalannya. Mungkin ada yang senang lewat jalan tikus agar cepat, ada juga jalan raya besar dan ada juga jalan tol untuk mencapai tempat tujuannya. Ada yang suka menggunakan mobil, motor, kereta dan sebagainya, ada juga yang suka berjalan kaki sembari menyapa hangat sebentar dalam perjalanannya mencapai tempat tujuan.
Ada apa dengan kita?
Apakah otak kita ini terbatas untuk memikirkan hal-hal yang jauh, bahkan diluar dari pikiran manusia pada umumnya. Seperti berpikir bahwa alam semesta ini luas, bagaimana bisa mengunjungi bulan, bagaimana dimasa depan manusia dapat berkomunikasi dengan mudah, bagaimana bencana itu datang dengan telaah yang benar-benar telah diteliti sebelumnya, dan masih banyak lagi. Bukankah otak kita ini sangat spesial yang telah Tuhan kepada kita jauh lebih baik daripada makhluk yang lainnya.
Ada apa dengan kita?
Apakah kelompok kita sebegitu jijiknya melihat kelompok lain yang tidak satu paham dengan kita dalam hal-hal kecil, yang selama ini kita berjalan pada agama yang sama, pedoman yang sama dan tujuan yang sama. Ayolah kawan, Tuhan pernah merasa jijik pada hambanya, bahkan pada hambanya yang benar-benar menjijikkan, Dia selalu memberikan kasih sayangnya dengan penuh.
Ada apa dengan kita?
Apa kita lupa, jika kehidupan ini adalah jalan kembali pulang?
Kita yang lahir tanpa membawa apa-apa dan mati juga tidak membawa apa-apa. Lalu, kenapa kita merasa paling paling dari semuanya. Hanya keangkuhan yang akan timbul sejalan dengan pemahaman sempit yang selalu dipertahankan. Dan kemudian melihat indahnya dunia hanya dari kaca mata hitam.
Ada apa dengan kita?
Kita yang paling suka berkumpul dan bercerita satu sama lain, tiba-tiba memanas ketika cerita kita tidak sepaham, lalu terdiam sejenak dan saling menyimpulkan satu sama lain yang kemudian menghilang, mencari kawan sepemahaman.
Ada apa dengan kita?
Hal-hal yang kecil masih suka diperdebatkan. Membela sesuatu yang mungkin bisa benar atau salah dengan begitu membaranya, tanpa telaah lebih mendalam mengenai hal tersebut. Boleh jadi yang kita bela salah, boleh jadi juga benar. Namun jika benar, bukan berarti yang salah itu terus dipojokan lalu divonis selalu salah tanpa diberi arahan pada kebenaran.
Menyalahkan itu pekerjaan paling mudah dengan kaca mata yang masing2 orang pakai, namun memperbaiki kesalahan itu jauh lebih baik.
Ada apa dengan kita?
Satu pegangan namun beda cara pegangnya. Dan mulai satu sama lain memaksakan cara pegang tersebut. Mana yang bertahan lebih lama, kuat dan menguatkan, mana yang tidak.
Ada apa dengan kita?
Satu tujuan namun beda jalan, beda cara berjalannya dan beda kecepatan, namun masih dibilang salah tujuan. Tujuan satu yang kita tuju sama namun jalan yang kita tempuh beda tidak akan merubah tujuan tersebut bukan? Dan memaksakan satu jalan untuk sampai pada tujuan yang sama bukanlah hal yang tepat untuk membuat orang lain berkembang, dan bahayanya lagi malah dicap sesat karena tidak mau mengikuti jalannya. Mungkin ada yang senang lewat jalan tikus agar cepat, ada juga jalan raya besar dan ada juga jalan tol untuk mencapai tempat tujuannya. Ada yang suka menggunakan mobil, motor, kereta dan sebagainya, ada juga yang suka berjalan kaki sembari menyapa hangat sebentar dalam perjalanannya mencapai tempat tujuan.
Ada apa dengan kita?
Apakah otak kita ini terbatas untuk memikirkan hal-hal yang jauh, bahkan diluar dari pikiran manusia pada umumnya. Seperti berpikir bahwa alam semesta ini luas, bagaimana bisa mengunjungi bulan, bagaimana dimasa depan manusia dapat berkomunikasi dengan mudah, bagaimana bencana itu datang dengan telaah yang benar-benar telah diteliti sebelumnya, dan masih banyak lagi. Bukankah otak kita ini sangat spesial yang telah Tuhan kepada kita jauh lebih baik daripada makhluk yang lainnya.
Ada apa dengan kita?
Apakah kelompok kita sebegitu jijiknya melihat kelompok lain yang tidak satu paham dengan kita dalam hal-hal kecil, yang selama ini kita berjalan pada agama yang sama, pedoman yang sama dan tujuan yang sama. Ayolah kawan, Tuhan pernah merasa jijik pada hambanya, bahkan pada hambanya yang benar-benar menjijikkan, Dia selalu memberikan kasih sayangnya dengan penuh.
Ada apa dengan kita?
Apa kita lupa, jika kehidupan ini adalah jalan kembali pulang?
Sejak kecil kita selalu diajarkan untuk menghormati yang tua dan menyayangi yang muda. Hal ini sudah menjadi kewajiban bagi setiap manusia jika ingin dihargai dan mendapatkan kebaikan dari apa yang telah dilakukannya. Dengan aturan ini maka terciptalah kehidupan yang rukun dan saling menyayangi satu sama lain.
Hei, pesan ini untuk kita semua. Dimana dalam kehidupan kita akan selalu ada yang lebih tua atau pun yang lebih muda. Kita berada dalam keduanya. Tua dan muda.
Bagaimana caranya agar yang muda dapat menghormati yang tua? Bukankah yang tua lebih dulu hidup dibandingkan yang muda? Apa saja yang kita beri sebagai orang yang lebih tua kepada yang muda? Inilah sebab akibat yang biasanya kita lupa atau bahkan kita lupakan. Karena merasa diri berada di atas segalanya. Entahlah, hanya diri kita yang tahu.
Kembali pada ajaran untuk menghormati yang tua. Sebelum kita ingin dihormati oleh yang muda, apakah kita sudah menyayanginya terlebih dahulu? Sentuhan kasih apa yang telah kita berikan kepada yang muda? Apakah kita sudah merangkulnya, mengajarkannya, mendidiknya dan mendampinginya dengan baik? Atau kita biarkan saja yang muda dengan dunianya sendiri, karena kita beranggapan bahwa kita sudah terlalu tua untuk dunia mereka atau dunia yang muda sekarang tidak sama dengan dunia waktu kita muda dulu. Maka jangan heran jika pemberian kita ke yang muda mendapatkan reaksi yang seimbang dengan yang kita berikan kepada mereka.
Zaman ini mengalami perubahan yang sangat cepat. Tidak bisa kita rubah dalam sekejap dan semuanya butuh proses yang sedang berjalan. Waktu untuk duduk santai bersama dari yang muda dan yang tua untuk membahas hal-hal yang dapat memberikan bekal perjalanan satu sama lainnya.
Ternyata kehormatan ini bukan hanya untuk yang muda ke yang tua, melainkan yang seumuran pun akan turut menghormatinya, bukan hanya karena umur, melainkan sikap dari seseorang itu yang patut dijadikan panutan orang banyak. Dengan segala hormat, orang-orang inilah yang pantas untuk dihormati, dan bisa disebut "Yang Terhormat".
Bagaimana dengan yang sebaliknya? Ini sungguh mengerikan sekali. Seseorang yang cukup umur dan kenyang akan pengalaman hidupnya, serta berumur lebih tua dibandingkan yang muda, yang seharusnya patut untuk dihormati, tapi nyatanya tidak.
Orang yang tumbuh dengan dunianya sendiri tanpa mendalami pemahaman kehidupan yang sangat bervariasi ini. Pikiran yang tertanam selama hidupnya untuk dapat dihormati oleh semua orang karena terlihat seperti senioritas. Mungkin saja dahulu dia dapat penghormatan tersebut dalam suatu tempat, entah itu ditempat kerja atau pun ditempat yang lainnya. Namun ketika berada dalam masyarakat, titik pandang kehormatan itu terlihat berbeda. Dan dia selalu membawa pangkatnya disuatu tempat untuk dapat diterima dalam masyarakat yang beragam. Mungkin saja orang ini bisa disebut "Yang Gila Hormat". Karena dimana pun dia berada, dia menyandang satu gelar kehormatan yang harus bisa diterima disemua tempat.
Kita bebas menentukan, dimanakah kita berada.
Hei, pesan ini untuk kita semua. Dimana dalam kehidupan kita akan selalu ada yang lebih tua atau pun yang lebih muda. Kita berada dalam keduanya. Tua dan muda.
Bagaimana caranya agar yang muda dapat menghormati yang tua? Bukankah yang tua lebih dulu hidup dibandingkan yang muda? Apa saja yang kita beri sebagai orang yang lebih tua kepada yang muda? Inilah sebab akibat yang biasanya kita lupa atau bahkan kita lupakan. Karena merasa diri berada di atas segalanya. Entahlah, hanya diri kita yang tahu.
Kembali pada ajaran untuk menghormati yang tua. Sebelum kita ingin dihormati oleh yang muda, apakah kita sudah menyayanginya terlebih dahulu? Sentuhan kasih apa yang telah kita berikan kepada yang muda? Apakah kita sudah merangkulnya, mengajarkannya, mendidiknya dan mendampinginya dengan baik? Atau kita biarkan saja yang muda dengan dunianya sendiri, karena kita beranggapan bahwa kita sudah terlalu tua untuk dunia mereka atau dunia yang muda sekarang tidak sama dengan dunia waktu kita muda dulu. Maka jangan heran jika pemberian kita ke yang muda mendapatkan reaksi yang seimbang dengan yang kita berikan kepada mereka.
Zaman ini mengalami perubahan yang sangat cepat. Tidak bisa kita rubah dalam sekejap dan semuanya butuh proses yang sedang berjalan. Waktu untuk duduk santai bersama dari yang muda dan yang tua untuk membahas hal-hal yang dapat memberikan bekal perjalanan satu sama lainnya.
Ternyata kehormatan ini bukan hanya untuk yang muda ke yang tua, melainkan yang seumuran pun akan turut menghormatinya, bukan hanya karena umur, melainkan sikap dari seseorang itu yang patut dijadikan panutan orang banyak. Dengan segala hormat, orang-orang inilah yang pantas untuk dihormati, dan bisa disebut "Yang Terhormat".
Bagaimana dengan yang sebaliknya? Ini sungguh mengerikan sekali. Seseorang yang cukup umur dan kenyang akan pengalaman hidupnya, serta berumur lebih tua dibandingkan yang muda, yang seharusnya patut untuk dihormati, tapi nyatanya tidak.
Orang yang tumbuh dengan dunianya sendiri tanpa mendalami pemahaman kehidupan yang sangat bervariasi ini. Pikiran yang tertanam selama hidupnya untuk dapat dihormati oleh semua orang karena terlihat seperti senioritas. Mungkin saja dahulu dia dapat penghormatan tersebut dalam suatu tempat, entah itu ditempat kerja atau pun ditempat yang lainnya. Namun ketika berada dalam masyarakat, titik pandang kehormatan itu terlihat berbeda. Dan dia selalu membawa pangkatnya disuatu tempat untuk dapat diterima dalam masyarakat yang beragam. Mungkin saja orang ini bisa disebut "Yang Gila Hormat". Karena dimana pun dia berada, dia menyandang satu gelar kehormatan yang harus bisa diterima disemua tempat.
Kita bebas menentukan, dimanakah kita berada.
Langganan:
Postingan (Atom)
Popular Posts
-
Banyak sekali orang yang ingin menjadi sukses dalam segala bidang. Sukses dalam berkarir, bertanding dan mencapai cita-cita. Kesuksesan ...
-
Seindah-indahnya rencana yang dibuat oleh manusia jika Tuhan tak berkehendak, maka rencana itu hanya akan menjadi bingkai dalam mimpi bes...
-
Sebuah rahasia yang belum tentu dapat dipecahkan oleh seseorang. Rahasia mutlak Sang Ilahi terhadap hamba-Nya ada tiga, yaitu; reje...
-
Seringkali kita mendengar ucapan-ucapan "terima kasih" dari seseorang yang baru saja mendapatkan sesuatu, entah itu pertolong...
-
Dalam pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar terdapat beberapa imbuhan yang biasanya dipakai dalam perubahan suatu kata menjadi kata ...
Pages
Cari Blog Ini
Diberdayakan oleh Blogger.