Berharap kepada langit mendung agar tidak menurunkan hujan.
Bersandar pada dinding yang telah rapuh. Berjalan pada kesunyian yang tidak
dapat mendengarkan bunyi. Bertanya pada rumput yang bergoyang. Berenang dalam
ombak yang menggulung agar menjadi tenang. Melihat dengan jelas pada malam yang
penuh dengan keegelapan.
Kau terlalu lemah untuk menentukan dirimu dengan dikelilingi
para pelindung bayaran.
Kau terlalu cengeng untuk dapat tetap tegar menyelesaikan
masa lalu yang masih terlintas dalam benak.
Kau terlalu manja dengan mengandalkan seseorang yang akan
dapat membantumu.
Kau terlalu takut untuk menentukan pilihan yang akan kau
jalani dengan segala resikonya.
Kau terlalu bodoh untuk mengambil keputusan sulit yang
akhirnya membawamu pada kesesatan.
Kau terlalu mudah untuk mengucapkan “iya” pada perintah yang
tidak dapat kau kerjakan.
Kau terlalu lembek untuk bersikap tegas akan suatu masalah.
Dengar kawan, segala sesuatu yang kita kerjakan akan menimbulkan
sebab akibat, bermanfaat atau merugikan
bagi kita ataupun orang lain, tanpa kita sadari maupun yang tidak kita sadari.
Semua yang terlihat baik pasti akan ada keburukan didalamnya,
dan semua yang terlihat buruk pasti akan ada kebaikan didalamnya. Tidak semua
kebaikan akan berbalik dengan kebaikan, namun pasti. Tak jarang kita melihat
suatu kebaikan bergandengan dengan keburukan karena keburukan itu diperlukan
untuk melihat suatu kebaikan.
Kebaikan akan terlihat ketika tertindas dengan suatu keburukan
yang pada akhirnya kesabaran muncul sebagai pahlawan. Begitu pun dengan suatu
keburukan yang berselimutkan dengan nama kejahatan terlihat sangat kuat untuk
menjadi penguasa atas kebaikan. Dimana letak pembalasan yang adil untuk melihat
suatu kekuatan dari kebaikan?
Ketika hukum mulai membuka mata, pasti ada kalanya kejahatan
itu berlutut serta bersujud untuk mentaatinya. Namun hanya orang-orang kuat
dengan kekuasaan yang merajalela menguasai hukum, yang seharusnya berdiri tegak
mengusung sebuah keadilan.
Patung seorang wanita yang membawa
timbangan pun ditutupi matanya dengan sehelai kain hitam. Sebagai tanda bahwa
hukum itu tidak memandang statuts orang tersebut. Hukum itu menutup mata untuk
menghakimi semua orang agar mendapat keadilan yang sama. Namun pada saat mata
hukum itu tertutuplah, sebagian penguasa memanfaatkannya agar dapat naik
bandiing, meringankan hukuman ataupun dapat membebaskan hukuman dari yang
jelas-jelas bersalah. Dimanakah keadilan? Apakah kita dapat bergantung pada
ranting yang rapuh?
0 komentar:
Posting Komentar